1.
Perdagangan
Antar Negara
Perdagangan antar negara atau sering disebut dengan
persagangan internasional merupakan suatu kegiatan pertukaran barang dan jasa
antara satu negara dengan negara lain yang saling menguntungkan kedua belah
pihak.
Manfaat dari perdagangan internasional ini adalah
1. Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap negara
3. Memperluas pasar hasil produksi
4. Meningkatkan devisa
5. Meningkatkan teknologi
1. Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap negara
3. Memperluas pasar hasil produksi
4. Meningkatkan devisa
5. Meningkatkan teknologi
·
Peranan perdagangan luar negeri bagi
pembangunan ekonomi Indonesia
Salah satu
hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan
internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi
pertumbuhan (trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari
komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan.Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian,kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika
perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal
antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi
langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004).
Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
·
Kebijaksanaan
perdagangan luar negeri dari Pelita ke Pelita berikutnya
Pembangunan
pada zaman orde baru terdapat 6 tahap pelita, yaitu:
1)
Pelita I
Dilaksanakan
pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan
Orde Baru.
Tujuan Pelita
I :Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran
Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat
Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
2)
Pelita II
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan
rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi
9,5%.
3)
Pelita III
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih
berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
·
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan
perumahan.
·
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
·
Pemerataan pembagian pendapatan
·
Pemerataan kesempatan kerja
·
Pemerataan kesempatan berusaha
·
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi
muda dan kaum perempuan
·
Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
·
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4)
Pelita IV
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
5)
Pelita V
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
6)
Pelita VI
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada
pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
2. Hambatan Perdagangan Antar Negara
Setiap negara selalu
menginginkan perdagangan yang dilakukan antarnegara dapat berjalan dengan
lancar. Namun, terkadang kegiatan perdagangan antarnegara juga mengalami
beberapa hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan Indonesia
dalam perdagangan internasional.
Berikut ini beberapa
hambatan yang dialami Indonesia dalam perdagangan internasional.
a. Perbedaan Mata Uang
Antarnegara Pada umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah
yang dapat menghambat perdagangan antarnegara. Negara yang melakukan kegiatan
ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan
menggunakan mata uang negara pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan
dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda.
Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang
negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran bagi negara pengimpor. Dengan
demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya
perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.
b.
Kualitas Sumber Daya yang Rendah Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat
menghambat perdagangan internasional. Mengapa? Karena jika sumber daya manusia
rendah, maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang
memiliki kualitas barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang
dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya
menjadi penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan
internasional.
c. Pembayaran Antarnegara
Sulit dan Risikonya Besar Pada saat melakukan kegiatan perdagangan
internasional, negara pengimpor akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran.
Apabila membayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain
itu, juga mempunyai
risiko yang besar. Oleh
karena itu negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan
tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer atau menggunakan
L/C.
d. Adanya Kebijaksanaan
Impor dari Suatu Negara Setiap negara tentunya akan selalu
melindungi barang-barang
hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya
tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara
akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah
satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang
impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri
sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang
impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan
perdagangan.
e. Terjadinya Perang
Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu,
kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal
ini dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.
f. Adanya
Organisasi-Organisasi Ekonomi Regional Biasanya dalam satu wilayah regional
terdapat organisasiorganisasi ekonomi. Tujuan organisasi-organisasi tersebut
untuk memajukan perekonomian negara-negara anggotanya. Kebijakan serta
peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk kepentingan negaranegara anggota.
Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor
yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar
anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota akan
mengalami kesulitan
3.
Neraca Pembayaran Luar Negeri Indonesia
Perkembangan
perdagangan dan investasi luar negeri menunjukkan kemajuan di berbagai sektor
neraca pembayaran (lihat Tabel IV - 1). Nilai ekspor sejak tahun 1969/70
hingga tahun 1973/74 menunjukkan
perkembangan yang semakin meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 36,4
persen setiap tahun. Apabla dibandingkan dengan tahun 1968 maka laju
pertumbuhan tersebut adalah sekitar 31 persen setiap tahun. Dalam tahun 1969/70
ekspor baru mencapai nilai US $ 1.044 juta
dibandingkan dengan US $ 872 juta dalam tahun 1968. Dalam tahun 1973/74 nilai
ekspor diperkirakan telah mencapai US $ 3.613 juta. Kenaikan yang paling pesat
dicapai dalam tahun 1973/74 di mana ekspor meningkat dengan
86,3 persen dibandingkan dengan
tahun 1972/73.
Nilai ekspor
di luar minyak bumi telah meningkat dari
US $ 660 juta dalam tahun 1969/70 menjadi US $ 1.905 juta dalam tahun 1973/74,
atau suatu peningkatan rata-rata sebesar 30,3 persen (per tahun. Dalam periode
yang sama ekspor minyak bumi telah meningkat rata-rata sebesar 45,2 persen
setiap tahun, yakni dari US $ 384 juta menjadi. US $ 1.708 juta. Dalam tahun terakhir Repelita I ekspor di luar minyak bumi telah
meningkat dengan 95,6 persen, sedangkan ekspor minyak
bumi meningkat dengan 77,0 persen
dibandingkan dengan tahun 1972/73.
Seperti
halnya dengan ekspor, nilai impor juga menunjukkan peningkatan yang semakin
pesat sejak tahun 1969/70. Nilai impor telah meningkat dari US $ 1.097 juta
dalam tahun 1969/ 70 menjadi US $ 3.053 juta dalam tahun 1973/74, atau suatu
peningkatan sebesar rata-rata 29,2 persen per tahun. Laju peningkatan tersebut
adalah sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 1968. Kenaikan
yang paling pesat dicapai dalam tahun 1973/74 di mana impor telah meningkat
dengan 84,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (lihat Tabel IV - 1).
Nilai impor
di luar minyak bumi telah meningkat
dari US $ 1.009
juta dalam tahun 1969/70 menjadi US $ 2.592 juta dalam tahun 1973/74. Hal ini
berarti suatu kenaikan sebesar rata-rata 26,6 persen setahun. Sementara itu
nilai impor minyak telah meningkat dari US $ 88 juta menjadi US $ 461
juta, atau suatu kenaikan sebesar rata-rata 51,3 persen
setahun dalam periode yang sama. Dalam tahun terakhir Repelita I impor di
1uar minyak bumi naik dengan 73,7 persen sedangkan impor minyak
bumi meningkat dengan 189,9 persen.
Pengeluaran
netto untuk jasa-jasa juga menunjukkan peningkatan berhubung dengan
meningkatnya volume perdagangan dan investasi luar negeri. Pengeluaran untuk
jasa-jasa tersebut diperkirakan telah mencapai US $ 1.245 juta dalam tahun
1973/74 atau hampir tiga kali jumlah pengeluaran dalam tahun 1969/70 yang baru
mencapai US $ 435 juta. Hal ini berarti suatu kenaikan sebesar rata-rata
30,1 persen per tahun.
Seperti
halnya dengan ekspor dan impor peningkatan pengeluaran netto untuk jasa-jasa
minyak bumi adalah lebih cepat dari pada jasa di luar minyak bumi, yakni
masing-masing 31,3 persen dan 29,0 persen untuk periode 1969/70 - 1973/74. Pengeluaran
untuk jasa-jasa di luar minyak bumi dan minyak bumi masing-masing mencapai US $
639 juta dan US $ 606 juta dalam tahun 1973/74.
4. Peran Kurs Valuta Asing
Dalam pembayaran antar negara ada suatu kekhususan
yang tidak terdapat dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri. Sebab semua
negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri, yang berlaku sebagai alat
pembayaran yang sah di dalam batas-batas daerah kekuasaan itu sendiri, tetapi
belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi pembayaran antar negara harus
menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang harus dipertukarkan satu sama
lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah yang membuat perdagangan dan
pembayaran internasional menjadi perkara yang rumit, maka dari itu dibuatlah
alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara (antarnegara) atau
disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta asing.
Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya
nilai mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/
dikorbankan untuk mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya).
Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka
kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah yang
harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun waktu tertentu.
Kurs valuta asing adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam valuta sendiri.
Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,-
Penentuan
Kurs Valuta Asing
Pada
dasarnya ada tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau
nilai tukar valuta asing:
·
Kurs tetap,
karena dikaitkan dengan emas sebagai standard atau patokannya.
·
Kurs bebas,
yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas,
lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa naik – turun dengan
bebas. Dewasa ini orang bicara tentang kurs mengambang (floating rates)
·
Kurs dibuat
stabil berdasarkan perjanjian internasional yaitu ditetapkan oleh
pemerintah/bank sentral dalam perbandingan tertentu dengan dollar atau emas
sebagai patokan.
Akibat kurs yang tidak sesuai
Apabila mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan
valuta lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan daya beli yang
sesungguhnya atau disebut over valued), akibatnya ekspornya akan macet
dan impornya didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran
terancam.
Hal
yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under
valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang
sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet.
Dari
pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran valuta asing
terhadap perekonomian di indonesia sangat penting. Karena valuta asing
merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang diimpor itu harus
dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau devisa (Foreign
exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional.
Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum) atau kredit bank luar
negeri (devisa kredit).